ALIRAN
FILSAFAT PERENIALISME DALAM KAJIAN
PENDIDIKAN
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Filsafat Pendidikan
Dosen
pengampu : Lusila Andriani P, M. Hum
OLEH:
1.
Rahma
Titi L (09108241038)
2.
Tri
Wahyuni (09108244002)
3.
Inayatul
Fajriyah (09108244020)
4.
Intan
kurnia P (09108244036)
5.
Gilar
Pandu L (09108244114)
6A
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2012
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses pendidikan
adalah proses perkembangan yang yang memiliki tujuan. Tujuan proses
perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan. Sebab potensi
manusia yang paling alamiah ialah bertumbuh menuju ketingkat kedewasaan,
kematangan. Potensi ini akan terwujud apabila prakondisi alamiah dan sosial manusia
memungkinkan misalnya: iklim, makanan, kesehatan, keamanan sesuai dengan
kebutuhan manusia adanya aktifitas dan lembaga-lembaga pendidikan merupakan
jawaban manusia atas problema itu. Karena manusia berkesimpulan, dan yakin
bahwa pendidikan itu mungkin dan mampu mewujudkan potensi manusia sebaga
aktualitas, maka pendidikan itu diselenggarakan. Timbulnya problem dan pikiran
pemecahan itu adalah bidang pemikiran filsafat dalam hal ini filsafat
pendidikan berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat. Dengan
perkataan lain ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan
pendidikan bagi pembinaan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga
pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan.
Aliran
maupun gagasan tokoh dalam filsafat khususnya dalam bidangpendidikan membawa
pengaruh masing-masing dalam kehidupan
Salah satu aliran filsafat pendidikan ialah perenialisme. Perenialisme lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan
kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu
Masing-masing aliran filsafat pasti
memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan pendidikan, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara
eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang terkait dengan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini telah dirumuskan beberapa
rumusan masalah terkait aliran filsafat perenilaisme yakni :
1.
Bagaimana sejarah dan pengertian aliran
perenialisme ?
2.
Bagaimana konsep dasar aliran
perenialisme yang mencakup hakikat pendidikan, tujuan pendidikan, hakikat guru
dan hakikat murid, proses belajar mengajarnya?
3. Bagaimana
implikasi konsep dasar pada pendidikan sekolah dasar dan menengah ?
4.
Bagaimana analisis oleh penulis terhadap aliran perenialisme yang mencakup
kelebihan dan kelemahan, pandangan dalam pendidikan ?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka dapat
dirumuskan tujuan penulisan makalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
sejarah dan pengertian aliran perenialisme.
2. Mengetahui
konsep dasar aliran perenialisme yang mencakup hakikat pendidikan, tujuan
pendidikan, hakikat guru dan hakikat murid, proses belajar mengajarnya.
3. Mengetahui
implikasi konsep dasar pada pendidikan sekolah dasar dan menengah.
4. Memberikan
analisis terhadap aliran perenialisme yang mencakup kelebihan dan kelemahan, relevansi
pandangan dalam pendidikan.
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Aliran Perenialisme
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialis
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang
baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural.
Solusi
yang ditawarkan kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Peradaban – kuno (Yunani Purba) dan abad pertengahan dianggap sebagai dasar
budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad keabad (Sa’dullah,
2009:151).
Pandangan
– pandangan yang telah menjadi dasar budaya manusia tersebut, telah teruji
kemampuan dan kekukuhan oleh sejarah. Pandangan – pandangan plato dan
Aristoteles mewakili peradapan Yunani Kuno, serta ajaran Thomas Aquina dari
abad pertengahan. Kaum perenialis percaya bahwa ajaran dari tokoh – tokoh
tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup dan kehidupan
manusia pada abad ke dua puluh ini.
Mohammad Noor Syam ( 1984 ) mengemukan
pandangan perenialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai
jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang menyakinkan selain,
kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa membentuk suatu sikap
kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu (Yunani Kuno).
B.
Sejarah
Aliran Perenialisme
Pendukung filsafat perenialis adalah Robert
Maynard Hutchins dan Mortimer Adler. Hutchins (1963) mengembangkan suatu
kurikulum berdasarkan penelitian terhadap Great Books (Buku Besar Bersejarah)
dan pembahasan buku-buku klasik. Perenialis menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan
Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Pandangan-pandangan Plato dan
Aristoteles mewakili peradaban Yunani Kuno serta ajaran Thomas Aquino dari abad
pertengahan. Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia
Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri,
kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan
reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan
perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang.
Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa lampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Pendapat
di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya
filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia
perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia
itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai
dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang
dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam
maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal
dengan nama perenialisme.
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Filsafat perenialisme Menurut Tokoh
Pandangan para
tokoh mengenai perenialisme yaitu :
1.
Plato
Plato
(427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian,
yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme
adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian
dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing
individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak
berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak ada pada diri manusia
sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia
ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan,
dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang
mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran,
pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya
itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali
oleh manusia.
2.
Aritoteles
Aritoteles
(384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap
filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism
(realism klasik). Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang
menekankan berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir
rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas,
yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-hari.
Arithoteles hidup pada abad keempat
sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai pemikir abad pertengahan.
Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad pertengahan yang
melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia
mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan
kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan
pasif, melainkan merupakan sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles, manusia adalah
makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia
dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk
rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju
kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki
kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan
menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam
supernatural.
3.
Thomas
Aquina
Thomas
Aquina mencoba mempertemukan suatu
pertentangan yang muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen
dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu
yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari
Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran
agama (Kristen). Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing.
Thomas Aquina secara terus menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya
kepada filsafat Aristoteles.
Pandangan tentang realitas, ia
mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh
Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam
menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir
dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam
ajaran mereka tentang teori “emanasi”.
Thomas aquina menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu :
1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak
terbatas pada satu saat saja, demikian menurut Bertens (1979).
Dalam masalah pengetahuan, Thomas
Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia
luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang
bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui
pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat
idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.
Kadang-kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan
neotonisme. Perenialisme adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan
C.
Konsep
Dasar Aliran Perenialisme
a.
Hakikat
pendidikan
Tentang
pendidikan kaum Perenialisme memandang
education as cultural regression :
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang
dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan
pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang
pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
sebagai kebudayaan ideal tersebut.Sejalan dengan hal di atas, penganut Perenialisme
percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal
dan abadi.
Robert M. Hutchins mengemukakan “Pendidikan
mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan.
Pengetahuan dalah kebenaran.
Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena
itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan
dipandang sebagai
suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu
sendiri. (Madjid Noor,dkk, 1987)
Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip
dalam pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada
tempat, waktu, dan orang.
2. Pendidikan yang
baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan
nalar
Beberapa
pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Menurut
Plato adalah Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya
nafsu, kemauan, dan akal
2. Menurut
Aristoteles adalah Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan
dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya
3. Menurut
Thomas Aquinas adalah Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih
tidur agar menjadi aktif atau nyata.
b.
Tujuan
Umum Pendidikan
Membantu
anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu
kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran
tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran
hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui :
1) Latihan
intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan
2) Latihan
karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
Tujuan pendidikan
menurut tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme sebagai berikut :
1) Menurut Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang
sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan
2) Menurut Aristoteles,
tujuan pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda
dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3) Menurut Thomas Aquinas Thomas, tujuan pendidikan adalah
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
c.
Hakikat
Guru
Tugas
utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan. Berikut pandangan aliran perenialisme
mengenai guru atau pendidikan:
1) Guru
mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di
kelas.
2) Guru
hendaknya orang yang menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli (a
master teacher) bertugas membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa
menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang tepat, dan wataknya tanpa cela. Guru
dipandang sebagai orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan
dan keahliannya tifdak diragukan.
d.
Hakikat
Murid
Murid
dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh prinsip-prinsip
pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia biologis. Hakikat
pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai kepada subyek didik,
mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan tindakan kritis
terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan bertujuan
mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang
melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera.
Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya
: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara
individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah
kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
e.
Proses
Belajar Mengajar
Tuntutan
tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin
mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan
tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
a)
Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut
Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu
kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program
pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b)
Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas
berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan
hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari
makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu
aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c)
Leraning to Reason (belajar untuk
berpikir)
Bagaimana
tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir.
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan
pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan
dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan
pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
d)
Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar
untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan
intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir
berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial
politik, ilmu dan seni.
e)
Learning through teaching
Dalam
pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa
anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself discovery, dan ia
melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional
yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan murid –
muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih
f.
Kurikulum
Kurikulum
menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual siswa pada
seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus
berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang
diciptakan oleh manusia.
Dua
dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan Mortimer
Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin (1963) menegembangkan
suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap Buku besar
bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan
dalam seminar-seminar kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga
asumsi mengenai pendidikan :
a. Pendidikan
harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus menerus.
Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat universal
dan tak terikat waktu
b. Karena
kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan –
gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan
rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan
c. Pendidikan
harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam mengenai
gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar
dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang
sama pada siswa.
D.
Implikasi
Konsep Dasar dengan Pendidikan Sekolah Dasar
Pandangan – pandangan kurikulum menurut
aliran perenialisme yang mempengaruhi praktik pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a)
Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan
Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan
bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi
Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di
dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada
dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
b)
Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip
kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula
bagi pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah
antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi
anak 12-20 tahun.
2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a)
Kurikulum Universitas
Program
“general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education.
Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general
education yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah
cukup mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan
tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual
yang disebut “The intellectual love of good”.
b)
Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan
pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang
ada. Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan
sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina
kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah
jalan menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa.
E.
Analisis
Kritis terhadap Konsep Dasar Aliran Perenialisme
a.
Kelebihan
a) Perenialisme
mengangkat kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang menjadi pandangan
hidup yang kokoh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pandangan
perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatiannya pada kebudayaan
ideal yang telah teruji dan tangguh.
b) Kurikulum
menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk
menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan pada
bidang-bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan paling signifikan
yang diciptakan oleh manusia.
c) Perenialisme tetap percaya terhadap
asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca,
menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar.
d) Perenialisme memandang pendidikan
sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang
seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
e) Dalam
pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan bakat dan
kemampuannya dan siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.
f) Siswa
belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang
timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan sendiri jawaban itu, siswa
pasti akan lebih mengingat materi yang sedang dipelajari.
g) Membentuk
output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki keahlian dan
kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
b.
Kelemahan
a) Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham
ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terkait
pada tempat dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b) Perenialis
kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut mereka perubahan
banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural.
c) Focus
perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan abadi ,
hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta didik dan
minat-minat siswa.
d) Mengabaikan
kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah. Mengurangi
bimbingan dan pengaruh guru.
e) Dalam
pendidikan perenialisme, siswa menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia
menjadi manusia yang tidak memiliki self
discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.
c.
Solusi
1. Dalam
proses pembelajaran guru harus menyeimbangkan antara pengetahuan dan kegiatan
sehari-hari siswa, yaitu dengan menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Guru dikelas tidak hanya menekannka apa aspek kognitif saja.
2. Perenialis
harus lebih bisa terbuka terhadap perubahan yang terjadi di setiap jaman karena
suatu perubahan tidak selalu berdampak buruk atau memberi pengaruh negative
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-kultural. Harus dapat menyaring
perubahan-perubahan yang terjadi.
3. Dalam
pembelajaran kaum perenialisme harus lebih memperhatikan kurikulum yang telah
berlaku. Karena kurikulum merupakan acuan dasar bagi setiap penyelenggara
pendidikan. Kurikulum berperan penting guna menjalankan proses pendidikan
4. Dalam
pendidikan menurut kaum perenialisme harus lebih mementingkan pendidikan bagi
peserta didik agar peserta didik mempunyai konsep diri yang kuat dan memiliki
displin ilmu. Peserta didik harus didik untuk kebih memperhatikan kepentingan
umum. Karena peserta didik nantinya akan menjadi bagian dari masyarakat dan
kepentingan umum merupakan kepentingan yang harus berada di atas kepentingan
pribadi.
d. Relevansi
Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena
dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan
melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat
pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula
dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan
tenaganya secara penuh. Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki
pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita
hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan
menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang
merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari
epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai
dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut
perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah
modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip
pertama mampu mempunyai peran sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri
sendiri.
Dengan
pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak
didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam
bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu
memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau
Dengan
mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut,
yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan
yakni:
1. Anak-anak
akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
2. Mereka
memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karyakarya tokoh terse but untuk
diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah
bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buah pikiran
para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui
bagaimana pemikiran para ahli tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat
mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna
bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada
zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme
tersebut.
Tugas
utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam
arti hidup akalnya. ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah
kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba
dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan
berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang
lain.
Sekolah
sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah
kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai
tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang
memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor
keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang
yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun
mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih
lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang
seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah
cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena
kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya
bersifat utilistis.
Dari
ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat
pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah
berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta
intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena
manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang
sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui
kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan
sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itl! terbentuk atas dasar
landasan kejiwaan yang sama.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perenialisme
merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural
Tentang
pendidikan kaum Perenialisme memandang
education as cultural regression :
pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang
dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tujuan pendidikan menurut
tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme sebagai berikut :
1. Menurut Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang
sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupa
2. Menurut Aristoteles,
tujuan pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda
dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3. Menurut Thomas Aquinas Thomas, tujuan pendidikan adalah
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as
preparation”. Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi
kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi,
bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
B. Saran
1.
Bagi
pemerintah
Diharapakan pemerintah khususnya
kementerian bidang pendidikan dan kebudayaan hendaknya dengan bijaksana
mmeletakkan kurikulum pembelajaran sesuai dengan l;andasan budaya bangsa
Indonesia dan mengupayakan pengembangan SDM pendiikan dan peningkgkatan sarana dan prasarana
penunjang kemajuan pendidikan dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan.
2.
Bagi
Guru
Diharapkan
bagi guru untuk senantiasa memotivasi diri dan mengupayakan pengembangan
kompetensinya agar semakin berkualitas pendidikan di Indonesia, selain itu guru diharapkan
memahami filsafat pendidikan dan mampu mengambil nilai esensi guna melandasi
proses pembelajaran yang sesuai dengan kearifan nilai sosial budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah,
Chaedar. 2007. Filsafat Bahasa dan
Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mudyahardjo,
Redjo. 2002. Pengantar Pendidikan.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sadulloh,
Uyoh. 2004. Pengantar filsafat Pendidikan.
Bandung : Alfabeta
Rahmawati,Ruzi. 2011. Aliran
perenialisme http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011/12/aliran-perenialisme.html diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 09.50 WIB
Saklus, Herdi. 2008.
Aliran – aliran pendidikan. http://herdisaksul.wordpress.com/2008/06/17/aliran-aliran-pendidikan/ diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 9.56 WIB
Liewie. 2009. Filosofi
pendidikan. http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1947159-filosofipendidikan/#ixzz1tCsmPtmY diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 10.12
Sidik, khoirul. 2011. Aliran –
aliran filsafat pendidikan. http://khoirulsidikesz.blogspot.com/2011/07/aliran-aliran-filsafat-pendidikan.html diakses
pada tanggal 27 April 2012 pukul 11.29
Mahfud, tuatul. 2009. Aliran
perenialisme. http://mahfudz30.wordpress.com/2009/10/16/aliran-perenialisme/ diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 11.33
Lesmana,Johan Aristya. 2008. Hamparan Ilmu. http://johanaink.blogspot.com/2008/06/aliran-perenialisme.html diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 11.45
Siregar, maragustam. 2011.
Aliran filsafat pendidikan perenialisme. http://maragustamsiregar.wordpress.com/2011/03/28/aliran-filsafat-pendidikan-perenialisme/ diakses pada
tanggal 27 April 2012 pukul 11.50
MTP-UNJA
2009. Aliran perenalisme dalam pendidikan. http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-pendidikan/ diakses pada
tanggal 28 April 2012 pukul 14.04
Huda, khaerul. 2011. Aliran
perenialisme. http://khaerul-huda.blogspot.com/2011/12/aliran-perenialisme.html diakses pada
tanggal 28 April 2012 pukul 14.07
Nurbaiti, ekasari. 2011. Landasan Filosofis, Psikologis, dan Sosial Budaya
dalam Pengembangan Kurikulum. http://blog.unsri.ac.id/nurbaitiekasari/pengembangan-kurikulum/landasan-pengembangan-kurikulum-/mrdetail/29498/ diakses pada
tanggal 28 April 2012 pukul 14.15
hermawan ,lutfi. 2012. Perenialisme http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html diakses pada
tanggal 28 April 2012 pukul 14.23
1 komentar:
makasih
Posting Komentar